Berita Terkini

Lancar Membaca Al Qur’an: Dari Pembiasaan, Akan Terbiasa dan Menjadi Kebiasaan Oleh: Mustagfirin, S.Pd., M.Pd.

Tingkatan Sekolah Menengah Pertama merupakan jenjang pendidikan yang rentang usianya memasuki fase remaja. Menurut Islam fase usia remaja sudah memiliki kewajiban beribadah seperti sholat dan membaca al-Qur’an. Dalam praktiknya pun mereka harus sudah lancar dalam mengamalkan di kehidupan sehari – hari. Oleh karena itu pembelajaran agama Islam di sekolah sangatlah penting guna memberikan wadah atau tempat mereka untuk melakukan kebiasaan tersebut.

Namun, adanya pandemi covid-19 yang mewabah di Indonesia selama kurang lebih 2 tahun menyebabkan kegiatan belajar mengajar di sekolah terpaksa di berhentikan, dan system belajar siswa menjadi online. Sehingga para guru di sekolah tidak intens dalam memantau kebiasaan beribadah siswa di rumah khususnya dalam membaca al-Qur’an.

Berdasarkan faktor – faktor di atas, permasalahan yang terjadi di SMP Negeri 1 Jeruklegi adalah masih rendahnya kemampuan membaca al-Qur’an siswa sesuai dengan kaidah tajwid dan makharijul huruf, atau cara melafalkan huruf demi huruf dalam bacaan al-Qur’an khususnya kelas VII. Hal ini dikarenakan motivasi semangat belajar al-Qur’an rendah dan kurangnya pembiasaan secara pribadi di rumah maupun di sekolah. Selain itu penggunaan gadget yang berlebihan juga sangat mempengaruhi kebiasaan siswa di rumah.

Kemampuan membaca Al-Quran yang baik dan benar memerlukan tahapan-tahapan tertentu, hal ini sesuai dengan teori yang mengungkapkan bahwa kemampuan membaca Al-Quran dapat dimiliki melalui beberapa tahapan, yaitu tahap kemampuan melafalkan huruf-huruf dengan baik dan benar, sesuai dengan makhroj dan sifatnya (Djaluddin, 2012: 17). Tahap kemampuan membaca ayat – ayat Al-Quran sesuai dengan hukum – hukum tajwid dan kemampuan membaca Al-Quran dengan lancar dan tetap memperhatikan kaidah – kaidah ilmu tajwid, sehingga mampu melaksanakan anjuran Rasulullah yaitu membaca 30 juz dalam sebulan. Untuk meningkatkan ketrampilan baca al-Qur’an sesuai teori diatas, perlu adanya proses belajar sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku (R. Gagne dalam Susanto 2013:2).

Hasil survey Guru Pendidikan Agama Islam, dari 256 siswa kelas VII terdapat 30% siswa belum lancar membaca al-Qur’an dan 5% siswa tidak bisa memabaca al-qur’an dalam hal ini

masih sulit dalam menghafal huruf hijaiyah. Dari hasil tersebut bagi siswa yang masuk dalam kategori tidak bisa membaca al qur’an dan masih lemah dalam menghafal huruf hijaiyah perlu adanya pembinaan khusus agar minimal dapat meningkatkan ketrampilan membaca al-qur’an serta mengenal huruf hijaiyah dan dapat membaca huruf hijaiyah sambung.

Melihat jumlah siswa yang belum bisa membaca dan belum bisa mengenal huruf hijaiyah, SMP Negeri 1 Jeruklegi berinovasi memberikan pengajaran al-Qur’an dengan Metode Al Barqy untuk meminimalisir siswa buta huruf hijaiyah melalui treatment yang dilakukan oleh perkumpulan guru agama Islam di sekolah selama kurang lebih 1 bulan.

Metode Al-Barqy adalah salah satu metode belajar membaca dan menulis Al-Qur’an yang ditemukan oleh Muhadjir Sulthon seorang dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya. Metode ini disebut juga sebagai metode anti lupa karena struktur yang apabila pada saat siswa lupa dengan huruf – huruf atau suku kata yang telah dipelajari, maka akan dengan mudah dapat mengingat kembali tanpa bantuan guru.

Metode Al Barqy ada teknik tambahan yaitu teknik transfer (teknik memperkenalkan huruf – huruf sulit yang disebut huruf kucing dan huruf macan yaitu huruf yang memiliki perbedaan makhraj tapi memiliki sifat huruf yang sama. Muhadjir mengungkapkan pengajaran membaca dan menulis huruf hijaiyah dengan metode Al-Barqy ada beberapa prinsip yang harus di perhatikan, antara lain harus diajarkan secara bertingkat, dibaca secara langsung tanpa dieja, dan dituntut keaktifan siswa bersifat praktis (diajarkan langsung dalam bentuk praktek) serta sederhana diawali dengan huruf – huruf yang mudah diucapkan. (Mujafar, 1999: IV).

Pada pelaksanaanya, siswa yang terjaring belum bisa dan belum mengenal huruf hijaiyah ini di treatment dengan menggunakan acuan buku metode al barqy. Teksnisnya di setiap pertemuan siswa diberi lembar materi dan kata lembaga dan huruf bersambung untuk dihafal. Kemudian mereka berlatih dengan teman sebaya, lalu di setorkan kepada guru pendamping.

Selain itu agar treatment ini berjalan efektif para siswa ini juga dikolektifkan melalui grup Whatsapp BIBAQ yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi, memperdalam materi yang disampaikan saat jam tambahan di sekolah berlangsung. Pertemuan dengan siswa dijadwalkan selama dua pekan berlangsung. Untuk lebih memperdalam mempelajari dan

menghafal huruf hijaiyah melalui grup WhatsApp BIBAQ guru pendamping juga membagikan link youtube tentang pembelajaran metode al barqy yang sudah di rekam oleh guru pendamping.

Gambar 1. Setoran siswa kepada guru pendamping

Hasil dari treatment di atas selama kurang lebih 1 bulan, dari 5% siswa yang terjaring tidak bisa membaca al qur’an karena terhambat lupa beberapa huruf hijaiyah, diantaranya telah lulus dan sudah meningkat ketrampilan dalam membaca al qur’an dari tidak bisa menjadi cukup lancar dalam melafalkan ayat al qur’an walaupun masih dalam kategori kalimat yang pendek.

Melihat perubahan perkembangan siswa tersebut, SMP Negeri 1 Jeruklegi melakukan follow up dengan mengadakan kegiatan pembiasaan keagamaan di sekolah yaitu tadarus rutin yaitu setiap hari Jum’at dan Sabtu. Kegiatan pembiasaan ini di programkan dengan tujuan untuk memotivasi seluruh siswa agar lebih istiqomah dalam membaca al qur’an dan membangkitkan semangat siswa untuk bisa meningkatkan kemampuan membaca al qur’an lebih fasih. Sebagai monitoring pemantuan perkembangan siswa sekolah juga menyediakan jurnal tadarus setiap harinya agar guru pendamping di awal sebelum pembelajaran dapat mencatat perkembangan setiap siswa. Dari upaya pembinaan, kemudian pembiasaan yang dilakukan rutin hasilnya siswa sudah menjadi terbiasa membaca al qur’an dan harapan kedepan menjadi kebiasaan kegiatan rutin siswa di rumah dalam kehidupan sehari – hari.